Sabtu, 21 Mei 2011

UPAYA MENUMBUHKAN KADER-KADER KORPRI YANG TERBEBAS DARI BUDAYA FEODALISTIK Oleh : Ernika Sondang SHS, S.Pd.

MERAIH JUARA 1 LOMBA KTI KORPRI TINGKAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008
Budaya feodalistik merupakan penyakit yang sudah terlanjur mengakar kuat dalam diri masyarakat Indonesia. Budaya feodalistik ini cenderung sulit dihilangkan karena mentalitas bangsa terlanjur kehilangan jati diri, tidak berkarakter, dan belum bisa mandiri. Budaya feodalistik kemudian menjadi momok terbesar yang dihadapi aparatur negara yang menjadi abdi negara.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan budaya feodalistik berkembang pesat di kalangan aparatur negara, salah satunya berasal dari latar belakang berbagai budaya kerajaan yang telah dialami beberapa suku bangsa Indonesia di masa lalu.  Pengaruh budaya ketimuran itu menciptakan kungkungan budaya feodalistik semakin membelenggu kuat, terlebih minimnya pendidikan demokrasi menjadikan pola pikir  dan perilaku aparatur negara yang dikenal dengan sebutan PNS itu cenderung lebih mengedepankan hirarki daripada nilai persamaan dan kesamaan.
Pemupukan sikap yang membedakan status semakin banyak  dipraktikan oleh PNS dalam lingkup lingkungan kerja kesehariannya. Tradisi ewuh pakewuh menciptakan pengkultusan antara bawahan terhadap atasan sehingga setiap kegiatan menjadi absah apabila sudah dianggap mendapat restu dari atas atau dari pusat kekuasaan pemerintah.
Setelah mengalami berbagai budaya kerajaan, bangsa kita juga pernah mengalami era penjajahan ratusan tahun lamanya. Paling tidak masa-masa itu berpengaruh kuat pada pembentukan karakter masyarakat yang cenderung pasif dan pasrah. Terlebih pada salah satu orde kepemerintahan, PNS pernah digunakan sebagai alat politik suatu golongan di pemerintahan yang sedang berkuasa. Pada era itu PNS dituntut tunduk dan patuh pada perintah atasan, tanpa boleh memiliki aspiratif sendiri.   
Adapun sikap mengagung-agungkan jabatan maupun pangkat yang menjadi kebiasaan PNS dapat menyebabkan menurunnya prestasi kerja dan keprofesionalannya dalam menjalankan tugas. Bahkan sampai sekarang ini masih ada seleksi kenaikan pangkat/jabatan atau penerimaan pegawai yang berdasarkan selera pimpinan bukan berdasarkan prestasi kerja. Selain itu, PNS menjadi kurang loyal terhadap tugas utama dari organisasi karena masih adanya tradisi Asal Bapak Senang (ASB). Hal itu berakibat pada tanggung jawab terhadap tugas yang diembannya sebagai pelayan masyarakat menjadi terabaikan.
Di satu sisi PNS memiliki peranan yang cukup besar dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Apabila PNS tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik maka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan itu sendiri akan terhambat. Hal tersebut berakibat akan sulit terciptanya penyelenggaraan negara yang baik (Good Governance). Selain itu, KORPRI yang merupakan wadah organisasi yang menaungi PNS akan dianggap kurang berhasil dalam mewujudkan Visi dan Misinya yang terangkum dalam Paradigma Baru KORPRI yang Profesional, Netral, dan Sejahtera.
Dengan demikian, KORPRI tidak berhasil membawa seluruh Pegawai  Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan utama yaitu meningkatkan perjuangan, pengabdian, serta kesetiaan kepada cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Untuk itu perlu adanya upaya-upaya yang dilakukan untuk menumbuhkan kader-kader  KORPRI yang terbebas dari budaya feodalistik menuju Paradigma Baru KORPRI yang Profesional, Netral, dan Sejahtera.       
Upaya-upaya yang dapat Dilakukan untuk Menumbuhkan Kader-kader KORPRI yang Terbebas dari Budaya Feodalistik Menuju Paradigma KORPRI yang Profesional, Netral, dan Sejahtera, antara lain : meninggalkan paradigma lama, meningkatkan budaya kerja melalui wadah organisasi yang kokoh, pelayanan prima berbasis manajemen perkantoran yang modern.


1.    Meninggalkan Paradigma Lama
Memang mengubah nilai-nilai sikap dan perilaku yang sudah terlanjur mengakar kuat dalam wujud budaya itu cukup sulit dipraktikan. Apalagi pada salah satu orde yang lalu tercermin KORPRI cenderung bermain dengan kekuasaan. Hal itulah yang menyebabkan paradigma lama berkembang pesat di tengah-tengah masyarakat bahwa KORPRI lebih banyak memberikan pelayanan kepada anggota KORPRI saja bukannya  memberikan pelayanan kepada masyarakat (www.bangrusli.net.2006).
Bagi PNS itu sendiri sangatlah perlu mengubah pola pikir dan sikap feodalistik mereka untuk lebih bisa bersikap terbuka, adil, profesional, netral, demokratis, dan bermoral tinggi. Tradisi warisan leluhur yang bersifat feodal perlu diubah, seperti misalnya sikap sendiko dhawuh, pasrah, dan kebiasaan bekerja menunggu pengarahan dari atasan. Ada pula sikap ewuh pakewuh, tunduk manut sing ndhuwuran, pengkultusan pimpinan, asal bapak senang, dan masih banyak lagi slentingan istilah yang dipergunakan sebagai sindir-sindiran atas kinerja PNS selama ini.
Budaya feodalistik yang melekat pada diri dan kinerja PNS telah menciptakan robot-robot negara yang bergerak sesuai perintah tombol remote control. Robot-robot itu bergerak dalam komunitas sosial mereka dengan kaku, kolot, bahkan tidak lagi memiliki hati nurani. Mereka membuat tingkatan sosial tersendiri sehingga sering bersikap arogan terhadap komunitas di bawah strata sosial mereka.  
PNS dalam paradigma baru yang memiliki visi dan misi baru dituntut profesional, netral, dan sejahtera. Profesional artinya anggota KORPRI harus menguasai bidang tugas atas dasar keterampilan dan ilmu pengetahuan yang terkait, serta bekerja sesuai peraturan perundangan dan nilai-nilai moral. Netral dimaksudkan anggota KORPRI tidak memihak pada salah satu kelompok partai politik  tertentu, menggunakan hak sesuai hati nuraninya dalam pemilihan umum dan tidak diskriminatif di dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Adapun sejahtera dimaksudkan bahwa anggota KORPRI memperoleh imbalan yang pantas, baik secara material maupun spiritual, berupa gaji dan fasilitas lainnya untuk memperoleh kehidupan yang layak (Drs. Mujiyono dalam setjen.esdm.go.2006).    
2.        Meningkatkan Budaya Kerja Melalui Wadah Organisasi yang Kokoh
Budaya kerja adalah salah satu komponen kualitas manusia yang sangat melekat dengan identitas bangsa dan menjadi tolok ukur dasar dalam pembangunan. Budaya kerja dapat ikut menentukan integritas bangsa dan menjadi penyumbang utama dalam menjamin kesinambungan kehidupan bangsa. Budaya kerja ini sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai yang dimilikinya terutama falsafah bangsa yang mampu mendorong prestasi kerja yang setinggi-tingginya.
Wahana budaya kerja yang perlu ditingkatkan para PNS adalah kerja keras, ulet, disiplin, produktif, tanggung jawab, motivasi, manfaat, kreatif, dinamis, konsekuen, konsisten, responsive, mandiri, makin lebih baik, dan lain-lain (Drs. Tri Guno dan Drs. Gering dalam bukunya Budaya Kerja Organisasi Pemerintah , 2006 : 8-9). Melalui wadah organisasi yaitu KORPRI yang kokoh diharapkan PNS mampu menyatukan aspirasi, memperjuangkan cita-cita dan hak-hak melalui persamaan konseptual dalam hal Visi dan Misi menuju Paradigma Baru KORPRI yang Profesional, Netral, dan Sejahtera. Paling tidak tingginya budaya kerja yang dimiliki PNS didukung  organisasi yang kokoh merupakan modal utama PNS untuk mampu lepas dari budaya feodalistik yang selama ini membelenggu.
3.        Pelayanan Prima Berbasis Manajemen Perkantoran yang Modern
Pelayanan prima merupakan terjemahan dari istilah “Excellent Service” atau disebut juga pelayanan terbaik yang sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan. Pelayanan prima dapat juga dikatakan pelayanan yang berkualitas, yaitu pelayanan yang tepat, menyenangkan, tidak mengandung unsur kesalahan, serta mengikuti prosedur yang ditetapkan. Pelayanan prima ini tidak hanya ditentukan oleh pihak yang melayani tetapi juga pihak yang ingin dipuaskan ataupun dilayani kebutuhannya (Sutopo dan Suryanto dalam bukunya Pelayanan Prima, 2006 : 17).
Pelayanan prima ini erat kaitannya dengan manajemen perkantoran yang modern. Manajemen perkantoran modern mempunyai ciri-ciri memiliki bangunan dan tata ruang yang baik, menggunakan alat dan perlengkapan termasuk mebeler yang tepat; para pegawai dalam melaksanakan tugas-tugasnya berdisiplin, profesional, memiliki sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntutan zaman. Kantor modern juga mendayagunakan biaya, menerapkan tata laksana yang demokratis, efektif, produktif, berkeadilan, dan perlakuan manusiawi (Soetrisno dan Renaldi dalam bukunya Manajemen Perkantoran Modern, 2006 : 11).
Melalui manajemen perkantoran yang modern ini diharapkan pelayanan yang diberikan PNS tidak lagi berkesan lamban dan diskriminatif. PNS dalam memberikan pelayanan lebih kompeten karena didukung kelengkapan fasilitas yang menggunakan sistem teknologi yang sesuai dengan perkembangan zaman. Selain itu, pelayanan yang diberikan mampu menghargai dan memuaskan individu yang diberikan pelayan tanpa melihat status sosial mereka. Pada akhirnya,  kesan feodalnya pun sudah mulai ditinggalkan.
Budaya feodalistik merupakan penerapan nilai-nilai sikap dan perilaku yang sudah berlangsung lama dan diwariskan secara turun menurun. Tentunya, untuk menciptakan lingkungan KORPRI yang benar-benar terbebas dari  budaya tersebut tidaklah mudah. Bahkan terkesan tidak mungkin bisa hilang seratus persen. Namun, setidaknya budaya feodalistik itu bisa diminimalkan demi tercapainya lingkungan KORPRI dalam lingkup Paradigma Baru yang Profesional, Netral, dan Sejahtera.









DAFTAR PUSTAKA

Bang  Rusli.  2006.  http ://www.bangrusli.net. Diakses   pada   tanggal  27 November
      2008. Hut KORPRI ke-35 Anggota KORPRI dituntut Profesional dan Netral.
Mujiyono, Drs. 2006. http ://setjen.esdm.go. Diakses pada tanggal 27 November 2008.
      KORPRI Paradigma Baru, Sosialisasi kepada Anggota dapat Meningkatkan Kinerja.
Soetrisno, M.Psi, Drs.,  dan  Renaldi,  Ir.  Brisma.  2006.  Manajemen   Perkantoran
      Modern. Jakarta : Lembaga Administrasi Negara.
Supriyadi, M.M., Drs. Gering dan Drs. Tri Guno, LLM. 2006. Budaya Kerja Organisasi
      Pemerintah. Jakarta : Lembaga Administrasi Negara.
Sutopo,  MPA, Drs.,  dan Suryantoro, M.Si.,  Drs. Adi.  Pelayanan  Prima.  Jakarta :
      Lembaga Administrasi Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar