Sabtu, 21 Mei 2011

MELODI SUMBANG PUTRI MELODI


Serial Dongeng Anak Edisi 2
Ditulis Oleh : Ibu Ernika Sondang, S.Pd.
Sejak pentas pagelaran seni di sekolah kerajaan beberapa waktu lalu, Putri Melodi nampak murung dan tidak seceria biasanya. Bahkan beberapa hari kemudian ia tidak mau berangkat sekolah dengan alasan yang tidak jelas. Penghuni istana, terlebih ayahanda raja dan  bunda permaisuri ikut mengkhawatirkan perubahan perilaku sang putri itu.
Memang beberapa waktu lalu salah seorang guru dari sekolah kerajaan datang menghadap bunda permaisuri. Guru tersebut mengatakan bahwa Putri Melodi sudah berulang kali tidak bersedia mengikuti pelajaran seni musik yang ia ampu. Puncaknya adalah ketika pentas pagelaran seni di sekolah, Putri Melodi yang jarang ikut berlatih bernyanyi dan bermain musik di sekolah, akhirnya tampil buruk waktu itu.  Padahal dalam pagelaran itu banyak dihadiri orang-orang penting, para pejabat kerajaan, dan tamu undangan dari beberapa kerajaan tetangga. 
Siapa sih orang-orang di lingkungan istana yang tidak mempergunjingkan betapa jeleknya suara Putri Melodi ketika ia menyanyi dan betapa buruknya permaianan musiknya. Sang putri juga tidak pandai menari seperti kebanyakan gadis-gadis sebayanya yang tinggal di lingkungan kerajaan.
Sudah menjadi tradisi kalau seorang putri raja itu dituntut minimal harus memiliki kemampuan berkesenian, seperti bernyanyi, bermusik, dan menari. Setiap kali ada perjamuan tamu-tamu dari kerajaan lain sang putri itulah yang akan memberi sambutan dengan memamerkan kemampuannya berkesenian sebagai tanda keramah-tamahan. Tugas itulah yang selama ini kurang mampu dilaksanakan oleh sang putri.
Selain di sekolah, Putri Melodi menghabiskan banyak waktunya dengan menekuni berbagai buku-buku pengetahuan yang ada di perpustakaan istana. Sang putri juga lebih suka berkutat dengan peralatan-peralatan anehnya serta uji coba yang sering dilakukannya ditemani para dayang. Terkadang di hari libur kerajaan ia memilih berkuda seharian diiringi beberapa pengawal kerajaan menjelajah dan melakukan penelitian di sana-sini. Namun, kini Putri Melodi banyak mengurung diri di kamar.  
“Ada apa sih putri? Kok nampak selalu murung seperti ini. Ayahanda, ibunda, Kakakmu Danuarta serta orang-orang istana sudah kangen lo dengan keceriaan dan suara tawa putri. Suasana di sini jadi sepi …” ucap bunda permaisuri di sela-sela makan malam mereka.
Putri Melodi hanya terdiam. Ia sibuk mengaduk-aduk makanan di atas piringnya.
“Putri, bukannya kalau memiliki masalah itu lebih enak diceritakan pada orang lain yang bisa dipercaya daripada disimpan sendiri di dalam hati. Siapa tahu orang lain itu bisa membantu menyelesaikan masalahmu?” sambung ayahanda raja dengan bijak.
Putri Melodi masih diam. Namun, kali ini ucapan dari ayanda raja cukup menggugah hatinya. Ia lalu mengangkat seraut wajah cantiknya yang muram itu.
 “Ayahanda, ibunda mengapa sih ananda diberi nama Melodi? Apakah terlahir menjadi seorang putri itu harus pandai menari, menyanyi, dan bermain musik? Rasanya malu setiap kali kekurangan ananda itu dihubung-hubungkan dengan nama Melodi. Di pagelaran seni kemarin banyak yang mengatakan kalau ananda ini seorang putri yang bersuara sumbang,” ungkap Putri Melodi dengan nada sedih dan mata berkaca-kaca.
Sang raja dan permaisuri saling berpandangan seusai mendengarkan penuturan putri tunggalnya. 
“Putriku tersayang. Ayah dan bunda masih ingat saat kau lahir ke dunia ini pada pagi hari yang cerah, burung-burung pagi berkicau merdu makanya kami memberimu nama Melodi. Bagi kami, kamu adalah melodi terindah yang dianugerahkan sang pecipta. Lihat saja istana ini sedemikian meriah karena keceriaan dan canda tawamu. Kamulah melodi di istana ini,” ucap bunda permaisuri berusaha menentramkan kegalauan putrinya.
“Pesan ayahanda, sang putri tidak boleh berputus asa. Memang menari, menyanyi, bermusik dan bersuara emas itu bisa dikatakan bakat. Hanya saja kalau mau banyak berlatih, ayahanda yakin keraguan dan kegalauan yang kamu rasakan sekarang ini akan terjawab. Toh, kamu masih memiliki kelebihan di bidang lain, pelajaran ilmu pengetahuan tentang alam ini misalnya, ayahanda dengar dari pak guru istana kamu sangat pandai di bidang itu,” sambung ayahanda raja mengakhiri pembicaraan mereka.         
Lagi pula kata siapa terlahir menjadi seorang putri itu hanya bisa untuk menari, menyanyi, bermain musik. Itu pandangan kuno bagi orang-orang yang kolot. Lihat siapa yang datang bersama kakanda bawa ini. Maaf, ayah, bunda, ananda datang terlambat bersantap malam kali ini,” sela Putra Mahkota Danuarta yang datang bersama seorang wanita cantik berpostur tinggi besar mengenakan seragam keprajuritan.
“Perkenalkan saya Diva, anak sulung Raja Minahasa,” ucapnya mantap sambil memberikan hormat.
Oh, ini rupanya Putri Diva, seorang panglima besar sekaligus ahli siasat perang terhebat yang sering diceritakan oleh putra mahkota. Saya selaku raja kerajaan ini mengucapkan terima kasih atas kedatangan putri untuk menjadi konsultan ketataprajuritan kerajaan ini,” sambut sang raja seraya mempersilakan tamunya bergabung di meja makan.
“Sewaktu saya berusia sebaya Putri Melodi saya juga mengalami masalah seperti itu. Saya lebih suka bermain pedang dan berlatih perang-perangan daripada menyanyi, bermusik, dan menari. Suara saya ketika saya menyanyi lebih buruk dari suara ringkik kuda, itu kata orang-orang istana. Padahal orang tua saya memberi nama saya Diva. Memang agak sulit melewati masa-masa itu kerena perbedaan yang tidak lazim seperti itu. Akan tetapi, sekarang masyarakat di kerajaan saya menjuluki saya Diva keprajuritan,” tutur sang putri dengan penuh humor.
Raja, permaisuri, putri mahkota, bahkan Putri Melodi yang semula bermuram diri nampak ikut tersenyum geli dengan cerita yang baru saja dituturkan Putri Diva.
“Kalau orang-orang istana ini menyebut saya Putri Melodi yang bersuara  sumbang. Saya bercita-cita ingin menjadi seorang ahli ilmu pengetahuan dan melakukan penelitian untuk penemuan-penemuan baru yang mungkin bisa berguna bagi orang banyak,” sambung Putri Melodi dengan wajah secerah mentari pagi.
Putri Melodi telah menemukan jawaban atas kegalauan hatinya beberapa waktu ini.  Sang raja berpikir; mungkin memang perlu adanya perubahan tradisi istana dalam hal ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar