Sabtu, 21 Mei 2011

MARI MAMPIR KE GUBUK SAYA!


Cerpen Anak Karya Ibu Ernika Sondang SHS
Om Darto terlihat berseri-seri saat berpapasan dengan rombongan keluarga Surya yang baru saja keluar dari gedung bioskop. Rencananya papa, mama, dan Vita akan makan di restoran langganan mereka.
“Ayo, mampirlah  ke gubuk saya. Lha, kan dekat dari sini kok!” ajak Om Darto penuh harap.
            Papa melihat sepintas ke arah mama untuk meminta persetujuan. Mama pun tersenyum, lalu mengangguk pelan. Giliran Vita yang cemberut.
Mobil sedan mewah yang ditumpangi keluarga Surya nampak  mengiring Om Darto yang mengayuh sepeda tua kesayangannya dari belakang. Jalanan tidak terlalu ramai sore itu. Cuaca yang cerah terasa nyaman untuk menghabiskan sisa hari Minggu bersama keluarga seperti yang dilakukan keluarga Surya saat itu.
Suasana yang semula ceria berubah murung. Vita beberapa kali menarik nafas panjang, duduknya gelisah, dan ia sama sekali tidak berkata apa-apa lagi selama berada di mobil. Mama nampak memahami perasaan putri tunggalnya, segera dipeluk dan dibelainya rambut putri tunggalnya itu dengan lembut.
“Vita sudah lapar Ma. Bisakah mampirnya lain kali saja?” rengek Vita dengan suara selirih mungkin takut terdengar oleh papanya.
“Ya, mama tahu. Nanti sehabis berkunjung ke rumah Om Darto kita makan di tempat biasa. Nanti kamu boleh pesan es krim dengan porsi yang paling besar, deh!” bujuk mama penuh canda.
Vita hanya dapat tersenyum hambar. Ia pun kemudian melamun.
Mampir ke gubuk ? Dalam benak Vita tergambar sebuah rumah reyot berdinding bambu, beratap daun rumbia, dan berlantaikan tanah, seperti yang pernah ia lihat di tivi-tivi, pada acara Si Bolang.
Maklumlah Vita dibesarkan di kota besar yang penuh sesak oleh gedung-gedung megah menjulang tinggi. Andaipun Vita pernah melihat gubuk, paling-paling hanya di sederet pemukiman kumuh di sepanjang sungai Ciliwung, itu pun sepintas lalu melalui kaca mobilnya saat berpergian.
Eh, tunggu bukannya ia pernah juga diajak bermain-main ke sebuah gubuk di tengah sawah. Saat itu ia berlibur ke desa mengunjungi nenek, kakek, dan keluarga pamannya. Rara, sepupu Vita menunjukkan bagaimana cara mengusir burung-burung pipit yang hendak memakan rimbunan benih padi yang mulai menguning.   
Asyik juga sebenarnya berada di gubuk itu. Angin yang sepoi-sepoi bertiup, hamparan tanaman padi yang menguning, lalu orang-orangan sawah yang bergerak-gerak lucu saat Rara menarik tali yang terpasang di sebilah bambu dekat gubuk. Tali itu yang menghubungkan orang-orangan sawah dan kaleng-kaleng bekas yang diisi batu-batu kecil yang dipasang mengelilingi sawah.
Saat ditarik talinya, orang-orangan sawah akan bergerak-gerak lalu terdengar bunyi-bunyian yang dapat mengusir  burung-burung nakal pemakan padi. Betapa menyenangkannya Vita melakukan permainan itu bersama Rara. Namun sayang, keasyikan mereka terhenti karena ada seekor katak melompat-lompat  mendekati Vita.
Aduh, jangan-jangan di gubuk tempat tinggal Om Darto ada kataknya. Belum apa-apa Vita sudah merinding geli dan ketakutan.
Lamunan Vita buyar ketika mobil yang dikemudikan pak sopir berhenti di sebuah rumah mewah nan megah. Halamannya sangat luas dan dipenuhi beraneka tanaman warna-warni. Ada kolam ikan dan air mancur yang mempercantik suasana taman itu. Om Darto memarkirkan sepedanya dan mempersilakan tamunya masuk ke dalam ruangan rumahnya yang bak istana itu.
Vita terheran-heran. Rumah Om Darto ini lebih megah dari rumah orang tuanya. Ada kolam renangnya lagi. Siapa yang akan menyangka sosok sederhana Om Darto yang selama ini ia kenal sepintas lalu memiliki istana semegah ini.
Setelah berbincang-bincang sebentar di ruang tamu, Om Darto dan istrinya mempersilakan papa, mama, dan Vita untuk bersantap sore. Salah satu menu makanan yang dihidangkan adalah udang goreng tepung kesukaan Vita. Vita pun makan dengan lahap sekali. Apalagi ada es krim sebagai hidangan penutup. Rasa es krim buatan Tante Mirna—istri Om Darto benar-benar lezat, bahkan kelezatannya melebihi rasa es krim yang biasa ia nikmati di restoran langganan keluarganya.
Baru Vita tahu kalau Om Darto itu sahabat dekat papanya semasa sekolah dulu. Om Darto seorang pengusaha kuliner yang sangat sukses. Awal usaha Om Darto adalah berjualan makanan di sebuah warung tenda pinggir jalan. Karena keuletannya, kini Om Darto memiliki banyak restoran yang tersebar di beberapa kota. Restoran langganan mereka adalah salah satu restoran yang dimiliki Om Darto.
Rasa heran Vita berlanjut hingga mereka pulang. Apa ya .. maksud Om Darto menyebut rumahnya yang seperti istana itu dengan mengatakan gubuk. Bukankah gubuk dengan rumah megah itu jauh sekali perbedaannya.
“Eh, Pa tadi kok Om Darto saat mengajak kita mampir ke rumahnya, mengatakan gubuk sih. Padahal rumah Om Darto lebih bagus dan lebih besar dari rumah kita?”
Papa tertawa lirih mendengar pertanyaan Vita. “Itu namanya gaya bahasa, sayang. Om Darto itu orangnya memang rendah hati. Jadi, ia lebih suka mengatakan gubuk untuk menyebut rumah mewahnya.”
“Iya, Vit .. gubuk yang dimaksud Om Darto itu memiliki arti kiasan, bukan menunjuk arti gubuk yang sebenarnya. Gaya bahasa disebut juga majas. Ada beberapa majas dalam bahasa Indonesia, salah satunya majas litotes, majas yang mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan keadaan sebenarnya bertujuan untuk merendahkan diri atau tidak untuk kesombongan. Benar tidak Pa?”
“Ya pasti benarlah Ma. Saat sekolah dulu kan Mama lebih pintar dari Papa.”
Vita dan mama tertawa geli mendengar ucapan papanya. Bahkan Pak sopir ikut senyum-senyum di balik kemudi bundarnya.
Sore ini penuh makna bagi Vita. Mampirlah ke gubuk saya, memiliki makna mendalam di hati Vita. Sosok sederhana Om Darto dengan segala kerendahan hatinya, membuat Vita malu untuk mengingat sikap-sikapnya yang kurang ramah selama ini terhadap Om Darto. Apalagi dengan alasan Om Darto satu-satunya teman papa yang menaiki sepeda tua setiap kali berkunjung ke rumahnya. Vita berjanji pada dirinya sendiri untuk bersikap baik pada siapapun tanpa ingin membedakan kaya atau tidaknya mereka.

3 komentar: